BANDARLAMPUNG, INIHARI.ID — PT Sugar Group Companies (SGC), salah satu produsen gula terbesar di Indonesia yang bermarkas di Provinsi Lampung, disorot lantaran diduga hanya memberikan kontribusi kecil terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Data terbaru menunjukkan, hingga Mei 2025, PT SGC tercatat hanya membayar Pajak Air Permukaan (PAP) sebesar Rp8,9 juta. Selain itu, sebanyak 303 kendaraan milik perusahaan diketahui menunggak pajak. Bahkan, 287 alat berat yang dimiliki anak-anak perusahaan SGC belum dikenakan pajak karena nilai jual (NJAB)-nya belum tercantum dalam sistem aplikasi perpajakan.
Temuan ini mengemuka dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar DPR RI bersama Wakil Gubernur Lampung Jihan Nurlela dan sejumlah LSM. Anggota DPRD Provinsi Lampung dari Fraksi Gerindra, Fauzi Heri, mengaku geram atas fakta tersebut.
“Bapenda jangan tajam ke yang kecil tapi tumpul ke korporasi besar. Tidak boleh ada perlakuan istimewa,” ujar Fauzi, Kamis (10/7/2025).
Kritik terhadap Bapenda dan PT SGC
Fauzi mendesak Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Lampung untuk bersikap tegas terhadap perusahaan besar yang dinilai abai terhadap kewajiban pajak. Ia menilai, kontribusi fiskal PT SGC dan empat anak usahanya—PT Gula Putih Mataram, PT Sweet Indo Lampung, PT Indo Lampung Perkasa, dan PT Indo Lampung Distillery—masih sangat minim.
“Ini sinyal bahwa belum ada itikad baik dari korporasi raksasa ini. Mereka menikmati sumber daya alam di Lampung, tapi kontribusinya ke PAD tidak sebanding,” ucapnya.
Aset Belum Tercatat, Potensi Pajak Hilang
Fauzi juga menyoroti masih banyaknya aset milik PT SGC yang belum tercatat dalam sistem perpajakan daerah, termasuk data penggunaan air yang belum terverifikasi. Ia menilai kondisi ini membuka celah hilangnya potensi penerimaan pajak daerah.
“Harus ada pembenahan sistem. Validasi dan akurasi data pajak menjadi hal krusial agar tidak ada lagi aset besar yang lolos dari kewajiban,” tambahnya.
Dorongan Audit dan Penegakan Hukum
Dalam kesempatan itu, Fauzi mendorong dilakukan audit fiskal menyeluruh terhadap PT SGC dan anak usahanya. Audit mencakup seluruh aset bergerak, alat berat, laporan penggunaan air, dan kepatuhan perpajakan selama tiga tahun terakhir. Ia bahkan menyarankan agar lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilibatkan.
“Kalau perlu disegel asetnya. Jika ada pelanggaran, tindak secara hukum. Ini penting agar tidak muncul preseden buruk,” tegas Fauzi.
Usul Reformasi dan Pemanfaatan Teknologi
Tak hanya itu, Fauzi juga mengusulkan adanya reformasi dalam tata kelola PAD berbasis sektor, termasuk pembentukan tim pengawasan khusus lintas instansi. Ia menyarankan pemanfaatan teknologi berbasis Internet of Things (IoT) untuk memantau penggunaan sumber daya alam secara real time.
“Alat ukur air digital yang terintegrasi ke dashboard bisa menjadi solusi. Selama ini proses verifikasi masih manual, lamban, dan rawan simpang siur,” tuturnya.
Fauzi berharap pemerintah daerah bisa lebih tegas dan sistem perpajakan daerah bisa lebih terintegrasi sehingga tidak ada lagi potensi PAD yang terbuang sia-sia.(*)