banner 728x250

Fraksi PKS Soroti Rendahnya Kualitas Belanja APBD Lampung 2024 di Tiga Sektor Vital

banner 120x600
banner 468x60

BANDARLAMPUNG, INIHARI.ID – Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Provinsi Lampung menyoroti pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2024, khususnya pada tiga sektor pelayanan dasar: pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

Dalam rapat paripurna DPRD yang digelar Selasa (1/7/2025), Juru Bicara Fraksi PKS Syukron Muchtar menyampaikan sejumlah catatan kritis terkait realisasi anggaran tahun berjalan.

banner 325x300

Pendidikan: Realisasi Tinggi, Mutu Masih Rendah

Syukron mengapresiasi capaian belanja sektor pendidikan yang telah memenuhi ketentuan mandatory spending sebesar 20 persen dari total belanja daerah. Tercatat, anggaran pendidikan Lampung tahun 2024 mencapai Rp1,916 triliun atau 22 persen dari belanja daerah Rp8,7 triliun.

Meski begitu, ia menilai capaian tersebut masih sebatas kuantitatif. “Beberapa indikator mutu pendidikan belum menunjukkan perbaikan signifikan. Rasio guru dan rombongan belajar, akses pendidikan menengah di daerah 3T, serta angka transisi ke perguruan tinggi masih rendah,” kata Syukron.

Fraksi PKS juga menyoroti buruknya realisasi pendapatan Dinas Pendidikan. Dari target Rp70,05 miliar, hanya Rp461 juta yang terealisasi atau 0,65 persen. Bahkan, pendapatan dari transfer pusat nihil.

“Ini menunjukkan kelemahan dalam pengelolaan Dana Alokasi Khusus (DAK), serta kurangnya inovasi menggali sumber-sumber pendapatan sah,” tegasnya.

Meski belanja Dinas Pendidikan tercatat tinggi hingga 98,34 persen, PKS mencatat masih dominan untuk proyek fisik. Realisasi Dana BOS jenjang SMA hanya 39,28 persen dan BOS SMK 62,99 persen. Program peningkatan mutu berbasis teknologi pun hanya terealisasi 40 persen.

“Tingginya serapan anggaran tidak selalu berbanding lurus dengan peningkatan mutu. Evaluasi terhadap dampak pembelajaran mutlak diperlukan,” ujar Syukron.

Kesehatan: Program Strategis Minim Serapan

Di sektor kesehatan, Fraksi PKS menilai belum ada langkah serius untuk memperbaiki layanan dasar. Padahal, kesehatan merupakan salah satu komponen penting Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

PAD dari retribusi kesehatan memang melampaui target, yakni Rp7,1 miliar (110,04 persen). Namun, tidak ada realisasi dana transfer pusat dari DAK nonfisik seperti Jampersal, BOK, hingga dana penanganan stunting.

Dari total pagu belanja Rp278,4 miliar, serapan hanya 80,06 persen. Program strategis seperti telemedicine hanya terserap 7,82 persen, pelayanan kesehatan di daerah terpencil 43,12 persen, dan penanganan penyakit menular dan tidak menular 89,4 persen. Belanja untuk layanan Orang dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) bahkan nihil.

“Program penunjang justru menyerap di atas 95 persen. Ini menunjukkan efisiensi anggaran belum berbanding lurus dengan efektivitas layanan bagi masyarakat rentan,” ujar Syukron.

Infrastruktur: Realisasi Jauh dari Harapan

Di bidang infrastruktur, Fraksi PKS menyoroti rendahnya realisasi belanja dua dinas utama: Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK), serta Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA).

Dinas BMBK mengelola anggaran Rp905,54 miliar dengan realisasi Rp524,89 miliar (57,96 persen). Program penyelenggaraan jalan sebesar Rp845,18 miliar hanya terserap 55,82 persen. Sub-kegiatan seperti pembangunan dan rehabilitasi jalan, serta penggantian jembatan, seluruhnya berada di bawah 50 persen. Ironisnya, pemeliharaan berkala jalan hanya 0,75 persen.

Sementara dari sisi pendapatan retribusi, capaian juga belum maksimal. Hanya Rp521 juta dari target Rp621 juta atau 83,88 persen.

Dinas PSDA memiliki anggaran Rp231,77 miliar dan terealisasi Rp171,07 miliar (73,8 persen). Kegiatan pembangunan tanggul, embung, dan seawall hanya terserap antara 40–56 persen. Namun, rehabilitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi menunjukkan capaian baik, masing-masing 76,44 persen dan 98,77 persen.

Meski demikian, pembangunan sumur air baku—yang dinilai penting dalam mengatasi kemiskinan ekstrem—hanya terealisasi 24,75 persen.

“Meski secara alokasi telah memenuhi ketentuan mandatory spending 40 persen untuk infrastruktur, tapi jika dilihat dari realisasi dan dampaknya, kinerja masih jauh dari harapan,” kata Syukron.

Ia mengingatkan, lemahnya belanja infrastruktur berisiko mengganggu konektivitas antardaerah, distribusi logistik, dan meningkatkan biaya sosial akibat kerusakan jalan, banjir, serta minimnya akses air bersih di wilayah rawan. (*)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner 400x130