banner 728x250

RSUD Abdul Moeloek Disorot Pansus LHP BPK DPRD Lampung, Ada Temuan Kelebihan Bayar hingga Potensi Kerugian Ratusan Juta

banner 120x600
banner 468x60

BANDAR LAMPUNG, INIHARI.ID – Panitia Khusus (Pansus) Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) DPRD Provinsi Lampung menyoroti sejumlah penyimpangan dalam pengelolaan anggaran di RSUD Abdul Moeloek (RSUDAM).

Hal tersebut terungkap dalam laporan Pansus LHP BPK yang dibacakan juru bicara Budhi Condrowati dalam Rapat Paripurna DPRD Provinsi Lampung, Selasa (17/6/2025). RSUDAM menjadi salah satu dari 20 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang masuk dalam daftar sorotan hasil pemeriksaan.

banner 325x300

Budhi mengungkapkan, salah satu temuan utama adalah adanya kelebihan pembayaran belanja gaji dan tunjangan pegawai negeri sipil (PNS) sebesar Rp 17.704.200. Dana tersebut harus segera disetorkan kembali ke kas daerah.

Tak hanya itu, RSUDAM juga tercatat melakukan kesalahan dalam klasifikasi anggaran, yakni menggunakan belanja barang dan jasa sebesar Rp 9,24 miliar, padahal seharusnya dikategorikan sebagai belanja modal karena menghasilkan aset tetap.

“Selain itu, terdapat kelebihan pembayaran atas kekurangan volume dan ketidaksesuaian spesifikasi pada pembangunan ruang CATHLAB senilai Rp 69,43 juta,” ujar Budhi.

Masih dalam sektor pembangunan, RSUDAM juga berisiko mengalami potensi kelebihan pembayaran kepada penyedia jasa konstruksi gedung nuklir sebesar Rp 896,87 juta, serta potensi kerugian akibat denda keterlambatan yang belum ditagih senilai Rp 370,18 juta.

Tidak hanya soal keuangan, persoalan juga ditemukan pada aspek pengelolaan persediaan barang. Budhi menyebut, pengurus barang dan petugas gudang di RSUDAM belum mencatat secara menyeluruh mutasi barang keluar dan masuk, sehingga berpotensi menimbulkan penyimpangan.

Menanggapi temuan-temuan tersebut, Pansus LHP BPK merekomendasikan reformasi menyeluruh dalam tata kelola keuangan dan aset RSUD Abdul Moeloek. Direksi diminta memperkuat peran Satuan Pengawas Internal (SPI), mengoptimalkan sistem e-logistik, serta memberikan sanksi tegas terhadap rekanan yang wanprestasi.

“Jika temuan-temuan ini terus berulang, maka bisa dikategorikan sebagai bentuk kelalaian dalam pengelolaan dana publik sektor kesehatan dan berpotensi mengarah pada tindak pidana korupsi,” tegas Budhi. (Fesa)

 

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner 400x130