banner 728x250
Opini  

Fenomena Haji Furoda: Kemudahan Jalur yang Sarat Risiko

banner 120x600
banner 468x60

Oleh: Syarief Ediansah, SHi.MM

( Staf Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umroh pada Kementerian Agama Propinsi Lampung)

banner 325x300

Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang diwajibkan atas setiap Muslim yang mampu secara fisik, mental, dan finansial.

Kewajiban ini tidak hanya bersifat ritual, tetapi juga merupakan perjalanan spiritual yang sarat makna pengabdian dan keikhlasan.

Di tengah semangat umat Islam Indonesia untuk menunaikan ibadah haji, muncul fenomena Haji Furoda sebagaial ternatif jalur keberangkatan yang menjanjikan kemudahan dan kecepatan.

Namun demikian, fenomena ini tidak lepas dari berbagai problematika yang menuntut perhatian serius, baik dari aspek syariah, hukum, maupun sosial kemasyarakatan.

Secara teknis, Haji Furoda adalah istilah populer untuk haji yang menggunakan visa mujamalah, yakni visa undangan langsung dari Pemerintah Arab Saudi di luar kuota resmi yang diberikan kepada pemerintah Indonesia.

Visa ini secara hukum internasional sah dan diakui, tetapi dalam praktiknya sangat rawan disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.

Dalam perspektif fikih, keberangkatan melalui visa mujamalah diperbolehkan selama rukun dan syarat haji terpenuhi, dan tidak menyalahi prinsip syariat. Namun, penyimpangan dalam pelaksanaannya, seperti adanya unsur penipuan, gharar (ketidakpastian), dan eksploitasi terhadap jemaah, menjadi titik krusial yang memerlukan perhatian bersama.

Setiap musim haji, utamanya dalam pelaksanaan haji tahun 2025 ini Kerajaan Arab Saudi menerapkan aturan yang sangat ketat bagi siapa saja yang akan memasuki arab Saudi.

Hanya bagi mereka yang memiliki Visa haji kuota dan sebagian kecil yang memiliki Visa Mujamalah yang bisa melaksanakan Ibadah Haji.

Tidak sedikit jemaah Haji Furoda yang gagal berangkat, terlantar di bandara, bahkan dipulangkan dari Arab Saudi karena visa yang tidak sah. Dalam banyak kasus, biro perjalanan menjanjikan visa yang belum pasti terbit, dan mengambil pembayaran penuh dari calon jemaah. Ini merupakan bentuk penipuan (ghish) yang dilarang keras dalam Islam.

Kejadian ini bukan hanya sekadar pelanggaran administratif tetapi peristiwa semacam ini merupakan pelanggaran etika dan tanggung jawab sosial dalam ibadah.

Tidak hanya mencoreng kesucian niat ibadah, tetapi juga menimbulkan kerugian materi dan trauma spiritual bagi Jamaah.

Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini Kementerian Agama tidak dapat memberikan perlindungan penuh terhadap persoalan yang dialami oleh jamaah Furoda karena mereka berada di luar kuota resmi.

Akibatnya, hak hak jamaah terkait kesehatan, akomodasi, dan bimbingan ibadah tidak dijamin secara menyeluruh. Meskipun demikian Mentri Agama telah melakukan upaya- upaya kongkrit dalam membantu penyelesaian persoalan Jamaah Furoda ini.

Tentu, tidaksemua penyelenggara Haji Furoda bertindak curang. Ada pula yang profesional dan bertanggungjawab. Namun tetap, celah ini sangat rawan disalahgunakan, apalagi ketika calon jemaah kurang literasi dan cenderung percaya begitu saja.

Oleh karenaitu, saya mengajak masyarakat untuk lebih kritis dan waspada. Jangan mudah tergoda tawaran cepat berangkat tanpa mengecek legalitas biro travel.

Pemerintah melalui Kementerian Agama sudah menyediakan daftar resmi Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) dan travel yang sah.
Ibadah haji adalah ibadah agung yang menuntut kesabaran, keikhlasan, dan kepatuhan. Jangan biarkan niat suci ini dirusak oleh ketergesa-gesaan atau bujukan jalan pintas. Ingatlah bahwa Allah menilai proses dan ketulusan, bukan hanya keberangkatan fisik ke Mekah.

Ibadah haji bukanlah sekadar soal keberangkatan cepat atau fasilitas eksklusif. Ia adalah panggilan Allah yang datang pada waktu yang ditentukan oleh-Nya.

Allah ﷻ berfirman:

“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.” (QS. Al-Hajj: 27)

Ayat ini menunjukkan bahwa ibadah haji adalah panggilan ilahi, bukan sekadar keinginan manusiawi. Maka, kesabaran dalam menanti giliran haji meski bertahun-tahun adalah bagian dari bentuk kepatuhan dan tawakal kepada Allah. Dengan demikian, kesabaran dalam menghadapi panjangnya antrean haji bukanlah kerugian, tetapi justru peluang menambah pahala dan memperkuat ikatan spiritual kepada Allah.

Kecenderungan sebagian orang untuk menempuh jalur Furoda bukan hanya karena alasan spiritual, tetapi juga terkadang karena dorongan status sosial.

Gelar “haji” masih dianggap sebagai tambahan prestise sosial di beberapa kalangan. Akibatnya, semangat untuk berhaji tidak selalu didorong oleh keikhlasan, melainkan oleh pencitraan diri.

Fenomena ini mengarah pada komersialisasi ibadah, dimana ibadah yang seharusnya menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah justru menjadi sarana kompetisi duniawi. Ini sangat bertentangan dengan nilai dasar ibadah haji yang mengajarkan kesederhanaan, kerendahan hati, dan penyatuan umat tanpa sekat kelas sosial.

Untuk mencegah penyalahgunaan Pelaksanaan haji jalur Furoda, diperlukan sinergi antara pemerintah, lembaga dakwah, dan masyarakat sipil:

Pertama, Pemerintah perlu memperkuat Regulasi yang mengatur secara khusus haji furoda melalui penambahan klausul dalam UU Penyelenggaraan ibadah haji dan Umroh yang secara Eksplisit mengatur mekanisme Visa Mujamalah (Furoda) dan melakukan pengawasan secara ketat terhadap travel yang menawarkan jalur haji non-kuota, termasuk melakukan pemberian sanksi tegas terhadap travel nakal mulai dari Pencabutan izin, denda administratif hingga proses pidana jika ditemukan unsur penipuan.

Kedua, Lembaga dakwah dan ormas Islam perlu mengedukasi Masyarakat agar menjunjung tinggi nilai kesabaran, keikhlasan, dan kehati-hatian dalam memilih penyelenggara ibadah serta memberikan pemahaman bahwa haji adalah ibadah bukan status sosial

Ketiga, Masyarakat perlu meningkatkan literasi dan kewaspadaan. Kampanye edukatif perlu dilakukan baik melalui media sosial, masjid, televisi mengenai resiko dan hukum haji illegal atau bermasalah.

Keempat, Pemerintah melalui Kementerian Agama atau Badan Penyelenggaraan Haji nantinya perlu melakukan Peningkatan dan pengembangan aplikasi atau hotline system yang mudah dan cepat untuk Pengaduan bagi calon jamaah haji yang menemukan kejanggalan dalam proses Penyelenggaraan haji dan Umroh yang ditawarkan oleh Travel haji dan Umroh.

Haji adalah ibadah agung yang tidak hanya menuntut kekuatan fisik dan finansial, tetapi juga kemurnian niat dan kelurusan jalan dalam menempuhnya.

Haji Furoda bisa menjadi solusi bagi sebagian orang, namun jika dilakukan tanpa kepastian syar’i dan prosedural, maka niat suci tersebut berisiko ternoda.

Semoga kita semua senantiasa diberikan kekuatan untuk mempersiapkan diri menyambut panggilan haji dengan cara yang benar, sabar, dan diberkahi Allah. Karena dalam Islam, niat yang baik harus ditempuh dengan jalan yang benar, sebagaimana sabda Nabi ﷺ:

“Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik.”(HR. Muslim, no. 1015).

Di awal Bulan Dzulhijah ini tentu kita semua mendoakan semoga seluruh Jamaah Haji yang sebentar lagi akan menuju puncak haji semoga selalu diberi Kesehatan oleh Allah SWT, diberi kemudahan dalam melakukan semua rangkaian ibadah Haji dan Kembali ketanah Air dalam keadaan mabrur dan mabruroh.

Aamiin Yaarobbal alamin
Wallohul Muwafieqila Aqwamit Thoriq.

 

banner 325x300
Penulis: *Editor: Ferry Susanto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner 400x130