BANDAR LAMPUNG, INIHARI.ID – Gubernur Lampung Arinal Djunaidi menyarankan kepada para musisi dan seniman lokal Lampung yang ingin berpartisipasi di Pekan Raya Lampung agar menemui panitia penyelenggara.
“Silakan temui (penyelenggara) ajak dialog alasannya mau ikut berpartisipasi lagu daerah, itu (jalan) yang terbaik,” ujarnya melalui pesan WhatsApp, Minggu (21/4/2024).
Arinal mengatakan, sudah sewajarnya seniman Lampung diterima dan diajak terlibat untuk berpartisipasi di perhelatan rangkaian HUT ke 60 yang akan digelar di PKOR Way Halim pada 22 Mei hingga 10 Juni 2024 mendatang.
“Ya silakan temui penyeleggaranya, ajak dialog untuk ikut dengan alasan berpartisipasi lagu daerah itu yang baik. Jangan semua di bebankan ke saya pak, tolong semangat untuk berjuang,” ujar Arinal singkat.
Sebelumnya, berbagai kalangan mulai dari anggota DPRD Lampung Muhammad Junaidi, Deny Ribowo, penyanyi Andika Kangen Band, Kiki The Potters, para budayawan, LSM, Ormas Laskar Lampung dan para penikmat Seni Lampung mengkritik keras tidak dilibatkannya musisi dan seniman lokal di ajang Pekan Raya Lampung (PRL).
Kritikan juga datang dari seniman dan penyanyi klasik Lampung Tulangbawang Hairudin Cikdin.
Menurut Hairudin, PRL yang dulu dikenal dengan nama Lampung Fair sangat jauh berbeda dengan sekarang. Kalau dulu seluruh pengisi acaranya adalah para seniman, musisi dan budayawan asli Lampung.
“Kalaupun ada dari luar, paling hanya satu atau dua grub band terkenal yang ditampailkan saat puncak acara saja. Semua yang mengisi acara adalah seniman asli Lampung,” ujarnya saat diwawancarai via telepon, Sabtu (20/4/2024).
Putra maestro musik klasik Lampung Tulangbawang Cikdin Syahri itu mengatakan, saat zaman Pak Sjahroedin ZP jadi Gubernur Lampung, para seniman musik tradisional seperti dirinya ditempatkan dipanggung kehormatan.
“Dulu gak ada itu audisi-audisian, kami langsung dipanggil pihak Dinas Pariwisata atas perintah Pak Gubenur, untuk mengisi acara saat pembukaan acara. Kami bernyanyi di depan Pak Gubernur dan seluruh pejabat yang hadir. Saat itu seniman Lampung sangat dihargai, ditempatkan di panggung kehormatan,” kenangnya.
Berbeda sekali kalau sekarang, kecintaan pada seni budaya Lampung kian turun. Gubernur dan pejabatnya pemerintahannya kurang perhatian.
“Bahkan sekelas Pekan Raya Lampung saja yang notabene perhelatan dan hajat rakyat Lampung, seniman seperti kami sama sekali tidak dilirik dan diabaikan. Tidak pernah lagi kami dilibatkan,” keluhnya.
Padahal, ujarnya, banyak sekali seniman tradisional seperti dirinya yang sudah terkenal, dan memiliki karya yang bagus-bagus.
Selain dirinya yang konsentrasi di musik klasik Tulangbawang, dia menyebutkan ada juga Supirman seniman musik gitar tunggal, Imam Rozali seniman atau budayawan Lampung Selatan.
Kemudian penyanyi Hila Hambala, Hasanudin atau yang lebih dikenal dengan panggilan Hasan Jabung, ada Kanjeng Andi Ahmad pelantun lagu Tanah Lada.
Lalu ada juga Tam Sanjaya penyanyi lagu-lagu Lampung dengan genre dangdut, penyanyi klasik Sabrina, Yusuf Cak Culai dan masih banyak lainnya yang tidak bisa disebutkannya satu persatu.
“Kami tidak minta dibayar mahal, tetapi dengan diajak dan dilibatkan di acara seperti PRL bagi kami sudah cukup menggembirakan. Sebab di sanalah kita bisa mengenalkan seni budaya kita kepada para anak muda yang datang. Jika tidak, maka tinggal menunggu waktu, seni budaya tradisional kita akan lenyap, sebab tidak ada lagi peminat dan penerusnya,” ungkap pelantun lagu Nyeberang Muloh Kopok itu.
Pria yang sehari-hari terpaksa bekerja sebagai driver ojek online karena sepinya job manggung itu menambahkan, di masa ayahandanya Cikdin Syahri masih hidup, grup musik Klasik Tulangbawang Risda yang dipimpinnya selalu diundang di setiap kegiatan acara pemerintahan baik provinsi dan kabupaten/kota.
“Dulu Zaman Pak Bupati Tulangbawang Papi Mance selain sering diundang tampil, kami diberikan bantuan peralatan musik. Begitu juga di era Bupati Tulangbawang Umar Ahmad, beliau juga perhatian ke kami. Kalau sekarang, tidak ada lagi perhatian seperti itu,” ucapnya.
Hanya di era Pak Walikota Herman HN pernah digelar lomba musik klasik Lampung, saat itu Sabrina adiknya keluar sebagai juara.
“Tapi ke sini-sini tidak pernah ada lagi kegiatan serupa. Jadi tidak heran jika PRL pun tidak melirik kami karena pemimpin daerahnya saja tidak perduli lagi dengan seni budayanya,” pungkasnya. (FSA)