banner 728x250

Mengenal Bacagub Umar Ahmad si Korea-Korea Yang NeNeMo

banner 120x600
banner 468x60

#kacamatamasjun

Oleh : Muhammad Junaidi, SH*

banner 325x300

Bambang Pacul memperkenalkan istilah “korea-korea” sebagai kosa kata baru dalam dunia politik Indonesia. Korea-korea menurutnya berkaitan dengan mentaliteit yang teguh dan tahan banting dalam menggapai tujuan hidup, baik pemikiran, kekuasaan ataupun finansial.

Korea korea dalam persfektifnya adalah sosok pejuang yang hari ini dikenal dalam istilah anak muda sebagai perintis bukan pewaris.

Untuk mengapai kekuasaan misalnya, Bambang Pacul mensyaratkan korea-korea untuk memilih galah yang tepat, sehingga dapat melenting ke atas secara tepat dan cepat.

Selaras dengan istilah Bambang Pacul ini, bagi saya dan dalam banyaknya kebersamaan dengannya, Umar Ahmad adalah korea-korea dimaksud. Ia adalah sosok yang bermental kuat dan tahan banting. Tak sekalipun ia mengeluhkan sesuatu. Baginya mengeluh adalah kebodohan. Ia menganggap segala sesuatu yang terjadi, baik atau buruk pastilah memiliki kebaikan, dan suatu ketika manusia akan tersadar bahwa setiap kejadian, sekalipun tak diinginkan, berdampak positif dalam pencapaiaan hidup.

Kita boleh membaca jejak jalan menuju ketokohannya. Ia bertumbuh dalam ruang sesak aktivitas politik kampus. Ratusan mahasiswa sadar politik ini berinteraksi satu sama lain, membentuk ikatan persaudaraan saling menumbuhkan.

Semua kurasa bermula dari perkenalannya dengan sang macan pertanian. Hanifal, senior yang selalu sedia membelanya. Oleh sang macan, Umar diarahkan untuk bergabung dalam organisasi ekstra kampus bernama HMI.

Melalui bendera hijau hitam, Umar terasah menjadi aktivis yang berfikiran moderat. Ia menjadi teman bagi siapapun tanpa melihat latar ideologi organisasi. Segala ketulusannya dalam perkawanan berhasil merengkuh hati mahasiswa pertanian kala itu. Sikapnya yang inklusif membawanya berhasil menjadi Gubernur Fakultas Pertanian pada tahun 2001.

Berbekal menterengnya jabatan Gubernur kampus kala itu, Umar kemudian berkenalan dengan hampir semua politisi daerah, bahkan politisi nasional.

Kedekatannya dengan para politisi, secara sadar menempatkannya pada rel perjalanan politik. Pikirannya yang telah berjumpa dengan Bung Karno sejak remaja, membuat ia lebih banyak berinteraksi dengan kader-kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan kala itu.

Hari berganti, Umar menjadi kader muda PDIP Tulang Bawang. PDIP menjadi “galah” yang tepat dan secara bertahap mulai mengangkatnya masuk dalam percaturan politik lokal Tulang Bawang.

Ikhtiar tak hianati hasil, pada pemilu tahun 2009, Umar Ahmad terpilih menjadi Anggota DPRD Tulang Bawang dari dapil 4. Tidak lama berselang, Kabupaten Tulang Bawang Barat yang terbentuk setahun sebelumnya, oleh Menteri Dalam Negeri pada awal April 2009 diresmikan menjadi Kabupaten Baru.

Peresmian ini juga mensyaratkan adanya lembaga legislatif daerah. Sebab hal itulah Umar dan 12 orang Anggota DPRD terpilih pada pemilu 2009 yang berasal dari Dapil Tulang Bawang Barat bergeser ke kabupaten baru. Pada tanggal 23 April 2010 Umar Ahmad dilantik kembali menjadi Anggota DPRD Tulang Bawang Barat (Tubaba).

Setahun menjadi anggota DPRD Tubaba, Bachtiar Basri PJ Bupati Tulang Bawang Barat saat itu menegaskan diri untuk maju dalam pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) pertama kabupaten setempat. Om bah, begitulah kami menyapanya, menggandeng Umar Ahmad untuk menjadi calon wakil bupati mendampingi dirinya.

Pasangan Birokrat dan Politisi muda ini kemudian memenangkan pemilukada dan pada November Tahun 2011, Umar Ahmad resmi menjabat Wakil Bupati Kabupaten Tulang Bawang Barat.

Keberkahan terus memayungi langkah Umar Ahmad. Bupati Bachtiar Basri diminta oleh Ridho Ficardo Ketua Demokrat Lampung, untuk mendampinginya menjadi Calon Wakil Gubernur dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) 2014.

Juni 2014 Umar Ahmad resmi menjadi Bupati Tulang Bawang Barat menggantikan Bachtiar Basri yang juga menang dan menjadi Wakil Gubernur Lampung periode 2014-2019.

Pada pilkada 2017, keyakinan masyarakat Tubaba akan visi besarnya diartikulasikan oleh Partai Politik dengan bersama-sama mengusungnya kembali menjadi Bupati Tulang Bawang Barat. Dengan terpaksa Umar Ahmad melawan kotak kosong, tanpa lawan tanding. Meski demikian, 95 persen pemilih hadir ke TPS dan hasilnya 96 persen memilih kembali Umar Ahmad untuk melanjutkan pembangunannya.

Membangun tanah kelahirannya agar setara dengan kabupaten lain yang telah lebih dahulu ada, mungkin menjadi niat baik yang didukung semua pihak. Dengan segala jejaringnya ia berhasil menjadikan Tubaba sebagai salah satu kabupaten baru yang dikenal dan unggul.

Arsitek-arsitek terkenal di Indonesia ia gandeng untuk menyusun rupa Kota Tubaba.

Impiannya Tubaba menjadi ‘kota modern’ yang tidak melupakan nilai dan sejarah. Pegiat seni dan budayawan ia dekati dengan hati untuk berkunjung ke Tubaba, lalu mencurahkan imaginasi artistik yang mereka miliki dan bersamanya menggali nilai yang telah lama tertimbun di tanah Tubaba.

Hasilnya Tubaba sebagai visi masa depan, sebuah kehidupan dengan segala keindahan pernik ruang dan karakter orang yang menjunjung nilai. Sebuah kota impian dimana keadilan mewujud bersama hidup yang sejahtera dan penghormatan terhadap alam.

Lalu untuk mewujudkan apa yang disebut Tubaba, diperkenalkannya 3 karakter utama yang diperlukan: NeNeMo, Nedes, Nemen, dan Nerimo.

Umar Ahmad bukan arsitek, bukan pelukis, bukan seniman, bukan perupa, bukan pula budayawan. Namun kecintaannya pada harmoni kehidupan yang serasi, selaras antara manusia dan alam, memampukannya untuk menghimpun segala kelebihan, kecerdasan, dan kemampuan orang untuk bersamanya membangun Tubaba. Ia adalah pemimpin yang mampu menggerakkan orang dan sumberdaya untuk bersama sama menggapai tujuan kebaikan. Kemampuan yang jarang dimiliki kebanyakan orang.

Mungkin hanya Umar Ahmad satu satunya Bupati yang demikian getol memperkenalkan kabupatennya. Quotes yang kerap ia sampaikan “sadar tak punya apa apa, maka mestilah bekerja membuat apa apa agar kemudian dikenal memiliki apa apa”.

Kesadaran ini ia ejawantahkan dengan membangun berbagai sarana. Tak semua bisa saya tuliskan. Saya hanya mencontohkan betapa pikiriannya yang tentu melampui zamannya.

Kita mulai dari Masjid 99 Cahaya yang berdekatan dengan Sessat Adat. Sebuah konsep tata kota dari masa lampau orang Lampung, dimana balai pertemuan haruslah dekat dengan sarana ibadah.

Entah bagaimana Umar Ahmad bisa memikirkan membangun Masjid yang terkoneksi dengan putaran matahari.

Dalam bulan tertentu cahaya matahari akan menembus celah dinding bangunan dan cahaya itu akan memantulkan pendar cahaya membentuk huruf-huruf sehingga terbacalah nama-nama agung Asmaul Husna menempel di lantai masjid dan ketika tubuh seseorang berada tepat di atasnya, cahaya dengan nama agung itu seketika menempel ditubuh insan yang merindu dekat dengan sang pencipta.

Mungkin Umar mencoba merefleksikan kerinduan manusia akan hadirnya cahaya Tuhan dalam kehidupannya.

Masjid yang menjulang tinggi dan berbahan beton kokoh ini kontras dengan Sessat yang memanjang dan terbuat dari kayu. Ada pesan yang Umar ingin sampaikan melalui 2 struktur bangunan ini bahwa hubungan vertikal terhadap Tuhan haruslah hubungan yang tinggi, kuat dan kokoh dan disisi lain hubungan horizontal terhadap manusia pastilah bersifat sementara, sehingga ia harus terus diperbaiki dan diperbaharui agar hubungan itu dapat terus terjaga.

Selanjutnya Q Forest, sebuah ide tentang hadirnya kawasan pelestarian alam sekaligus monumen yang tersusun dari bongkahan batu batu besar dimana statment semua kepala negara berisi komitmen pelestarian alam akan ditulis. Di kawasan khusus ini Umar menginginkan agar semua jenis tanaman dapat persembahkan untuk kelestarian alam.

Mungkin konsep ini terlihat biasa, mengingat isu pemanasan global sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu. Namun yang menarik adalah kemampuan Umar Ahmad menjadikan isu ini sebagai media mengenalkan Kabupaten baru yang dipimpinnya.

Bayangkan dengan “pede” nya, ia berkirim surat kepada seluruh kepala negara di dunia untuk meminta konsep mereka tentang pelestarian alam. Menariknya lagi surat sang Bupati ini ditulis dalam aksara Lampung dan di translate dengan bahasa inggris.

Disini kita bisa melihat bagaimana Umar Ahmad mencoba mengenalkan Lampung khususnya Tubaba pada dunia berikut aksaranya.

Masih banyak hal lain yang ia hasilkan selama masa jabatannya. Yang menarik bagi saya adalah Tugu 4 Marga yang boleh jadi terinspirasi simbol ikonik negeri Paman Sam di Gunung Rushmore dimana terpahat indah wajah 4 Presiden Amerika.

Umar Ahmad membuat sketsa wajah 4 leluhur orang orang yang mendiami Tulang Bawang Barat hari ini. Wajah puyang-puyang tersebut ia rupakan dalam bentuk tugu. Mungkin Umar ingin agar tugu tersebut dapat menjadi pengingat bahwa dimasa lalu entitas marga telah membangun peradaban di lanscpae ini. Kebersamaan antar puyang-puyang ini menjadi penegak kearifan masyarakat Tulang Bawang Barat.

Dari para puyang inilah, nilai-nilai adat dan budaya membentuk masyarakat Tubaba hari ini. Pointnya jangan lupakan nilai yang telah digali dan diperjuangan oleh leluhur untuk menjaga tanah Tubaba.

Paham akan luhurnya nilai dan makna, Umar Ahmad kemudian membangun konsep LAS SENGOK lengkap dengan mitos BUNIAN yang ia susun. Sebuah kearifan nenek moyang untuk menjaga Hutan dengan memberikan efek psikologis berupa kutukan bagi mereka yang melanggar perintah menjaga hutan larangan.

Ikon Tubaba yang lain adalah Tugu Rato Naga Besanding. Bayangkan 2 ekor naga membawa kereta perkawinan. Tak banyak yang tahu bahwa Naga bukan hanya simbol saudara-suadara kita yang beretnis Cina. Orang Lampung dimasa lampau juga menjadikan Naga sebagai simbol kesejahteraan dan kekayaan. Tengoklah Pepadun tempat duduk penyimbang masa lampau, sesaka atau sandarannya juga diukir dengan apitan dua naga. Bahkan dalam legenda, nenek moyang orang Lampung lahir dari telur sang Naga.

Umar Ahmad memahami sejarah dan setiap nilai yang terkandung dalam setiap bukti tinggalan arkeologi lalu ia modifikasi dalam struktur modern baik dalam bentuk bangunan maupun narasi pembangunan.

Meski dengan anggaran daerah Kabupaten yang kecil dibandingkan anggaran kabupaten lainnya. Umar Ahmad sebagai Bupati telah berhasil membangun citra Tubaba sebagai daerah wisata. Melalui prinsip Nedes, Nemen, Nerimo ia telah berhasil mewujudkan pondasi awal Tubaba sebagai hunian dimasa depan.

Bagi saya, sudah saatnya Umar Ahmad si korea-korea yang NeNeMo ini untuk lebih memperluas wilayah kerjanya. Dengan segala kecerdasan fikir yang out of the box, luasnya jaringan persahabatannya, kejujurannya, ketidaktamakannya dan komitmennya memperjuangkan nilai-nilai orang Lampung. Telah pantas dan layaklah baginya untuk menjadi Gubernur Lampung.

Dan semoga jika kelak ia terpilih dan memimpin Lampung, ia menjadi Gubernur Lampung yang tidak biasa biasa saja, yang hanya terjebak dalam konsep pembangunan berorientasi “proyek” yang hari ini banyak dikritisi. Namun menjadi Gubernur yang juga menjangkau kepentingan anak cucu orang Lampung dimasa yang akan datang.(*)

Penulis : *  Anggota Komisi III DPRD Lampung

 

banner 325x300 banner 325x300
Penulis: Muhammad Junaidi, SHEditor: Ferry Susanto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner 400x130