banner 728x250

Etika Perkawanan dan Permainan Sore Hari

banner 120x600
banner 468x60

#kacamatamasjun

Oleh :  Muhammad Junaidi, SH. *

banner 325x300

Wak Karei baru saja turun dari delman yang mengantarnya pulang dari pasar. Ia disambut karibnya Dul Kicut yang segera merangkulnya dengan bahagia. Filling Dul Kicut tak pernah meleset, ia bisa tahu kapan Wak Karei sedang buntu dan kapan Wak Karei sedang banyak uang.

Kepulangannya hari ini penuh kebahagiaan karena dagangan Wak Karei laris manis dibeli oleh ramai masyarakat yang datang ke pusat kota menyaksikan berakhirnya masa jabatan Adipati yang sudah menjabat selama 5 tahun.

Sembari merangkul sahabatnya itu Dul Kicut, memulai obrolan ringan seputar politik di ibukota.

“Gimana Rey.., rame ya di kadipaten, abis dagangan kamu Rey,” ujar Dul Kicut sembari memijat bahu Wak Karei antusias.

“Iya Cut, habis dan kita untung besar. Luar biasa Adipati kita, meskipun berakhir masa jabatannya tapi loyalisnya masih banyak dan menginisiasi acara di lapangan kadipaten. Acara musik membuat semakin banyak warga yang datang. Pedagang di sana bener-bener seneng, karena rata-rata jualannya habis dibeli oleh warga yang datang,” jawab Wak Karey semangat.

“Wuih…emang keren ya Adipati kita ini,” lanjut Dul Kicut, “Tapi yang lebih keren ya kawan kawannya itu Rey, karena tetap berada di sampingnya meskipun tau jabatan sang Adipati sudah habis. Ibarat pepatah kacang tak lupa dengan kulitnya,” kata Dul Kicut sembari menyatukan jempol dan telunjuknya memberi kode cinta ala korea.

“Bener itu Cut, mulai dari pengusaha yang biasa dapet kerja di masa beliau, terus politisi pusat yang beliau bantu untuk sampai di pusat, juga politisi lokal lalu birokrasi yang beliau promosikan hingga jadi pejabat tinggi, semua hadir menemani sang Adipati meninggalkan rumah dinasnya yang ia tempati selama ini. Jadi suasana ramai itu persis sama seperti waktu kali pertama sang Adipati menjabat. Dulu juga daganganku habis. Nih buat kamu Cut, bagi tipis-tipis kita ya,” ujar Wak Karei sambil memasukkan uang di kantung baju Dul Kicut.

“Ai rey jadi gak enak saya sama kamu,” kata Dul Kicut menahan tangan Wak Karei yang berada di kantung bajunya.

“Tapi kamu memang kawan terbaik suka dan duka bersama Rey, kalo kamu jadi Adipati pasti saya temani kamu apapun yang terjadi,” kata Dul Kicut terharu.

Wak Karei segera menarik tangannya, dan melanjutkan obrolannya.

“Iya Cut, kalo saya jadi Adipati kita janji untuk jaga etika perkawanan ya. Kan jabatan itu paling lama 2 periode, kalaupun kamu udah pengen bener jadi Adipati juga, kamu ngomong baek-baek ya sama saya. Supaya tidak ada kecewa diantara kita. Jangan kamu menggunting dalam lipatan. Nanti setelah saya besarin kamu, malah kamu gunting saya lagi Cut,” ujar Wak Karei serius.

Sambil menghela nafas dan menggelengkan kepala Dul Kicut terbata-bata berkata.

“Gak akan saya gunting kamu Rey, semisal saya jadi pengusaha yang kamu percaya, saya akan simpan keuntungan kerja saya untuk modal kamu maju lagi jadi Adipati. Semisal saya jadi politisi yang kamu perjuangkan, maka saya akan bekerja full untuk kamu Rey. Gitu juga semisal saya kamu jadiin pejabat, Percayalah saya gak akan membalap di tikungan sahabatku,” jawab Dul Kicut.

“Terima kasih ya Cut, kamu emang kawan sejati. Sebab di era sekarang ini kadang orang mengatasnamakan momentum untuk merusak persahabatan. Miris.. awalnya kawan malah menjadi lawan. Mirip-mirip seperti main bola di kampung sore hari. Ketika waktu sudah sore, maka permainan sore hari yang dijalankan. Gak lagi fair, bukan fokus pada bola tapi malah berupaya mematahkan kaki lawan bermain yang sebenernya kawan. Gak lagi pegang etika persahabatan, semua ditrabas yang penting bola dikuasai dan bisa mencapai gol,” ungkap Wak Karei.

“Maksudnya gimana ya Rey?” tanya Dul Kicut.

“Sore hari itu kan menjelang akhir masa jabatan saya Cut sebagai Adipati, jadi matahari kekuasaan saya udah gak seterang pagi dan siang, udah mulai redup. Kamu udah mau juga jadi Adipati, memanfaatkan kekuasaan ataupun kekuatan yang saya kasih ke kamu untuk menumbangkan saya dan menggantikan saya dengan segala cara. Itu maksudnya cut,” jawab Wak Karei kecewa.

“Gak akan Rey, saya pastikan akan setia sama kamu, kalaupun saya punya intensi untuk jabatan Adipati itu, maka saya akan tunggu kamu 2 periode dulu. Bagi saya tak guna kekuasaan jika perkawanan kita rusak Rey,” tegas Dul Kicut.

Sambil menepuk pundak Dul Kicut, Wak Karei menganggukkan kepala tanda setujunya. “Nah, gitu bagus Cut. Karena kalaupun kamu menggunting saya, menikung saya, ya tak apa juga. Tapi patut kamu tahu bahwa saya sudah jelas tercatat sebagai Adipati. Sementara kamu belum tentu juga bisa memenangkan kompetisi itu toh. Meski sedikit saya punya barisan setia, pasti akan terfikir oleh mereka untuk membalas perlakuan kamu kepada saya Cut. Akhirnya jadi permusuhan yang berlarut larut di antara kamu dan barisan saya,” tandas Wak Karei.

Tak terasa sembari obrol kosong, perjalanan mereka berdua sudah mencapai rumah Wak Karei.

“Udah sampe rumah kita Cut, kita pisah dulu saya mau istirahat. Besok kita lanjutkan khayalan kita ya Cut,” tegas Wak Karei kepada Dul Kicut.

“Nah iya, wahaha haha..gak kerasa sudah sampe rumah kamu kita Rey. Ya udah soal kadipaten besok kita lanjutin lagi ya. Makasih ya Rey, sukses selalu,” pungkas Dul Kicut tersadar dari lamunan. (*)

Penulis : Anggota Komisi III DPRD Lampung

banner 325x300 banner 325x300
Penulis: Muhammad Junaidi, SHEditor: Ferry Susanto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner 400x130