BANDARLAMPUNG, INIHARI.ID – Komisi V DPRD Provinsi Lampung menyoroti sejumlah persoalan dalam upaya mewujudkan masyarakat sehat, salah satunya terkait kepesertaan BPJS Kesehatan yang ditanggung pemerintah atau Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang sering kali tidak aktif.
Anggota Komisi V DPRD Lampung, Deni Ribowo, mengatakan sistem jaminan kesehatan seharusnya memudahkan akses layanan kesehatan bagi masyarakat, mulai dari fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti puskesmas hingga rumah sakit tipe A.
“Lahirnya BPJS ini sebenarnya untuk memudahkan masyarakat mendapatkan layanan kesehatan secara berjenjang. Tapi di lapangan, banyak masyarakat mengeluh karena BPJS PBI yang mereka miliki mendadak tidak aktif,” ujar Deni saat dikonfirmasi, Minggu (6/7/2025).
Menurut Deni, pihaknya sudah beberapa kali menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan BPJS Kesehatan dan Dinas Kesehatan Provinsi Lampung untuk membahas persoalan ini.
“Ini jadi PR besar kami di Komisi V. Banyak masyarakat yang merasa kesulitan mengakses layanan karena kartu BPJS mereka nonaktif, padahal seharusnya ditanggung pemerintah,” katanya.
Deni juga menyoroti permasalahan penonaktifan otomatis bagi peserta PBI yang tidak menggunakan kartu BPJS dalam jangka waktu tertentu. Selain itu, ia menyayangkan ketidaktepatan sasaran pemberian BPJS PBI.
“Seharusnya BPJS PBI hanya diberikan kepada masyarakat yang benar-benar tidak mampu. Tapi faktanya, ada warga yang mampu secara ekonomi tetap mendapatkannya. Kami imbau agar masyarakat yang merasa mampu, sebaiknya mengundurkan diri dari PBI agar lebih tepat sasaran,” jelasnya.
Ia mengapresiasi kebijakan RSUD Abdul Moeloek yang tetap memberikan pelayanan kepada pasien dalam kondisi darurat meskipun status kepesertaan BPJS mereka sedang tidak aktif.
“Administrasi memang tetap diproses, tapi itu bukan prioritas utama. Keselamatan nyawa masyarakat adalah hal yang paling penting, itu hukum tertinggi,” tegasnya.
Deni juga menyampaikan bahwa Pemprov Lampung telah memberikan subsidi sebesar Rp7.000 bagi peserta BPJS mandiri, sebagai upaya meringankan beban masyarakat. Namun, ia mengkritisi aturan denda bagi peserta mandiri yang menunggak iuran.
“Peserta mandiri yang menunggak akan dikenakan denda dan baru bisa mengakses layanan setelah 45 hari sejak pelunasan. Selain denda iuran, juga ada denda pelayanan. Ini sangat memberatkan,” ujarnya.
Deni berharap BPJS Kesehatan melakukan evaluasi terhadap aturan denda tersebut.
“Kalau denda iuran dihapuskan, saya yakin masyarakat akan lebih tertarik menggunakan BPJS mandiri. Imbasnya, beban PBI yang ditanggung pemerintah juga bisa berkurang,” pungkasnya. (*)