BANDAR LAMPUNG, INIHARI.ID — Kinerja Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Lampung menjadi sorotan tajam Panitia Khusus (Pansus) Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK DPRD Lampung.
Dalam sidang paripurna yang digelar pada Selasa (17/6/2025), juru bicara Pansus, Budhi Condrowati, mengungkapkan sejumlah catatan penting atas pengelolaan keuangan daerah oleh BPKAD, yang saat ini masih dipimpin oleh Marindo Kurniawan—sosok yang dijadwalkan dilantik sebagai Sekretaris Daerah Provinsi Lampung pada Jumat (20/6/2025) mendatang.
Menurut Pansus, tren kecukupan dana untuk membiayai belanja daerah terus menurun selama periode 2021 hingga 2024. Kondisi ini mengakibatkan defisit anggaran yang cukup besar pada 2024, yakni mencapai Rp 801,59 miliar.
Selain itu, saldo kas dan setara kas daerah juga mengalami penurunan signifikan. Pada 2021, saldo kas bendahara daerah tercatat sebesar Rp 385,22 miliar, namun menyusut drastis menjadi hanya Rp 69,89 miliar pada 2024.
Tak hanya itu, utang belanja tahun 2024 melonjak tajam sebesar 69,19 persen dibandingkan tahun sebelumnya, yakni menjadi Rp 612,53 miliar. Kenaikan ini dikhawatirkan dapat memicu risiko gagal bayar.
“Risiko solvabilitas jangka pendek Pemprov Lampung juga terus menurun sejak 2021 dan mencapai titik terendah pada 2023, yang berimplikasi pada ketidakmampuan pemerintah untuk melunasi kewajiban keuangannya,” ungkap Budhi.
Dari sisi kepatuhan, Pansus menemukan adanya penggunaan Dana Alokasi Umum (DAU) Specific Grant yang tidak sesuai peruntukannya sebesar Rp 11,12 miliar. Penggunaan ini tidak mengacu pada PP Nomor 76 Tahun 2023 dan PMK Nomor 110 Tahun 2023.
Temuan lainnya adalah ketidakcermatan dalam klasifikasi belanja di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek sebesar Rp 9,24 miliar, yang seharusnya tercatat sebagai aset tetap namun dilaporkan dalam pos belanja barang dan jasa.
Selain itu, standar satuan harga (SSH) untuk perjalanan dinas dan paket rapat di luar kantor belum disesuaikan dengan Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2020.
Pansus juga menyoroti penataan aset tetap dan properti investasi yang dinilai belum tertib. Di antaranya adalah belum optimalnya pengamanan aset tanah milik Dinas Sosial, serta pencatatan hibah alat berat pertanian seperti combine harvester dan traktor di Dinas KPTPH, dan alat medis di RSUDAM yang belum sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.
Menindaklanjuti temuan tersebut, Pansus merekomendasikan agar BPKAD segera menyusun rencana pemulihan fiskal daerah untuk mengatasi defisit, saldo kas yang menipis, serta lonjakan utang.
“Strategi pengetatan belanja dan optimalisasi penerimaan daerah harus menjadi prioritas. Selain itu, perlu ada pemetaan ulang terhadap aset dan klasifikasi belanja agar tidak terjadi salah catat di neraca keuangan,” ujar Budhi Condrowati, politisi dari PDI Perjuangan.
Ia juga menegaskan bahwa apabila penyimpangan penggunaan Specific Grant kembali terjadi, sanksi administratif dan pidana akan dikenakan sesuai Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi serta PMK 110 Tahun 2023.(Fesa)