BPK Soroti 771 Unit Alsintan Tak Jelas, Dinas KPTPH Lampung Diminta Telusuri Aset Hibah

BANDARLAMPUNG, INIHARI.ID — Keberadaan 771 unit alat dan mesin pertanian (alsintan) hibah dari Kementerian Pertanian RI ke Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan, dan Hortikultura (KPTPH) Provinsi Lampung masih menjadi misteri.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi Lampung menilai persoalan ini serius dan merekomendasikan Gubernur Lampung untuk memerintahkan Kepala Dinas KPTPH, Bani Ispriyanto, agar segera menelusuri dan mendata alsintan tersebut sebagai aset milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung.

Permintaan itu tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Nomor: 40B/LHP/XVIII.BLP/05/2024 tanggal 3 Mei 2024, terkait sistem pengendalian intern dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan di lingkungan Pemprov Lampung tahun 2023.

Nilai Hibah Mencapai Rp29 Miliar

Berdasarkan data serah terima barang (BAST), sepanjang 2022 hingga 2023, Kementerian Pertanian telah menghibahkan total 1.057 unit alsintan kepada Dinas KPTPH dengan nilai mencapai Rp29,3 miliar.

2022:

252 unit senilai Rp6,47 miliar (25 Februari)

133 unit senilai Rp7,57 miliar (21 November)

364 unit senilai Rp7,26 miliar (21 November)

2023:

308 unit senilai Rp8,01 miliar (30 Oktober)

Namun, hingga kini hanya 286 unit senilai Rp6,5 miliar yang tercatat dikelola oleh Brigade Alsintan. Artinya, terdapat 771 unit alsintan yang tak diketahui keberadaannya.

Tidak Tercatat sebagai Aset Daerah

Menurut BPK, seluruh alsintan hasil hibah seharusnya dicatat dalam inventaris milik Pemprov Lampung. Namun, hasil pemeriksaan menunjukkan tidak ada satu pun dari 1.057 unit itu yang tercatat dalam Kartu Inventaris Barang (KIB) B milik Dinas KPTPH.

Alasannya? Pengurus barang di Dinas KPTPH berdalih bahwa proses inventarisasi terkendala karena BAST baru diterima pada November 2023, termasuk BAST untuk hibah tahun 2022. Sementara itu, alsintan disebut telah tersebar di kabupaten/kota, sehingga sulit dilacak kembali kondisinya.

Namun, saat BPK melakukan pemeriksaan fisik, ditemukan tiga unit traktor dan 21 unit hand sprayer yang masih tersimpan di gudang Badan Standarisasi Instrumen Pertanian (BSIP) dan Brigade Alsintan.

Pengakuan yang Saling Timpang

Manajer Alsintan kepada tim BPK menyatakan bahwa alsintan hibah memang disimpan sementara untuk pengecekan sebelum disalurkan, dan bahwa penyerahan ke kelompok tani dilakukan atas instruksi koordinator dari Kementerian Pertanian. Namun, instruksi itu tidak tertulis dan hanya berupa pesan WhatsApp atau telepon.

Pernyataan ini dibantah oleh temuan BPK yang menyebutkan bahwa proses distribusi dilakukan oleh Dinas KPTPH Provinsi ke Dinas KPTPH kabupaten/kota, lalu diteruskan ke kelompok tani. Penyerahan pun disertai BAST.

BPK juga menemukan bahwa BAST dari Provinsi ke kabupaten/kota baru dibuat setelah alsintan dibagikan—yang berarti proses administrasi dilakukan belakangan, bukan di awal sebagaimana mestinya.

Anehnya, staf Dinas KPTPH mengaku tidak dapat menunjukkan bukti unggahan dokumen ke sistem BAST Online milik Kementerian Pertanian karena data tahun sebelumnya sudah tidak bisa diakses.

Dugaan Penyimpangan dan KKN

Dugaan tak hanya berhenti pada hilangnya ratusan alsintan. Sebelumnya, Dinas KPTPH juga disebut-sebut terkait dugaan penyelewengan hasil sewa alsintan senilai Rp4 miliar yang diduga menjadi “bancakan” oknum pegawai.

Dinas KPTPH tercatat menghabiskan anggaran Rp7,1 miliar pada 2023 untuk pengadaan dan pengawasan sarana pertanian. Namun, transparansi dan akuntabilitas atas penggunaan anggaran itu kini dipertanyakan.

Dalam pemeriksaan, Kepala UPTD BBI TP Alsintan bahkan mengaku tidak ada mekanisme hibah dari Brigade Alsintan ke kelompok tani, dan kelompok penerima tidak pernah didata terlebih dahulu sebelum alsintan dibagikan. Pernyataan ini kian memperkuat dugaan adanya praktik maladministrasi dan potensi penyalahgunaan wewenang.

BPK: Bisa Berujung Tindakan Melawan Hukum

BPK menegaskan, jika Kepala Dinas KPTPH tidak segera menjalankan rekomendasi penelusuran dan pencatatan alsintan sebagai aset Pemprov, maka dapat diartikan sebagai tindakan penghilangan atau penggelapan aset negara—yang termasuk perbuatan melawan hukum (PMH).

Hingga berita ini diturunkan, Kepala Dinas KPTPH Bani Ispriyanto belum memberikan tanggapan. Menariknya, diketahui bahwa istri Bani Ispriyanto juga menjabat sebagai ASN di dinas yang sama, yang berpotensi melanggar ketentuan kepegawaian dan mengindikasikan praktik nepotisme.

Redaksi Tambahan:

Laporan ini mengingatkan kembali pentingnya pengelolaan aset negara secara transparan dan bertanggung jawab. Kementerian Pertanian maupun Pemprov Lampung didesak untuk membuka data dan menelusuri keberadaan alsintan secara menyeluruh. Jika benar terjadi praktik jual beli alsintan hibah, aparat penegak hukum seharusnya segera turun tangan. (*)

Exit mobile version