banner 728x250
Hukum  

Ajukan Surat ke Kapolda, H. Nuryadin Protes Penetapan Tersangka: “Saya Korban, Bukan Pelaku”

banner 120x600
banner 468x60

BANDARLAMPUNG, INIHARI.ID – Pengusaha besi tua H. Nuryadin resmi mengadukan penyidik Polresta Bandar Lampung ke Kapolda Lampung, Irjen Pol Helmy Santika. Langkah ini diambil setelah dirinya ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan sumpah palsu dan pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh kuasa hukum H. Darussalam, lawan sengketa perdata yang pernah ia gugat.

Dalam surat pengaduan tertanggal 23 Juni 2025 yang juga ditembuskan ke Kapolri dan sejumlah pejabat Mabes Polri, Nuryadin menyampaikan keberatannya atas proses penyidikan yang menurutnya tidak profesional dan tidak proporsional.

banner 325x300

“Saya menilai penyidik Polresta Bandarlampung tidak profesional dan proporsional dalam menangani perkara ini,” tulis Nuryadin dalam suratnya.
“Saya ini korban yang dizalimi, kenapa justru saya yang jadi tersangka?”

Awal Mula Sengketa

Masalah bermula pada 2014 saat H. Darussalam meminjam uang kepada Nuryadin sebesar Rp500 juta untuk mengurus dokumen tanah milik Muhammad Saleh di Teluk Betung Selatan. Uang diserahkan dalam dua tahap dan disaksikan dua orang saksi, dengan bukti kwitansi tertulis.

Karena dana tersebut tak kunjung dikembalikan, Nuryadin melaporkan kasus ini ke Polresta Bandar Lampung pada Februari 2020. Dari laporan itu, hanya Muhammad Saleh yang diproses hukum dan divonis 1 tahun 6 bulan, hingga yang bersangkutan meninggal dunia.

Sementara itu, Darussalam sempat ditetapkan sebagai tersangka, namun statusnya dibatalkan oleh putusan praperadilan pada 2022. Tak lama setelah itu, Darussalam melalui kuasa hukumnya justru melaporkan balik Nuryadin atas dugaan memberikan keterangan palsu di bawah sumpah.

Putusan MA Menguatkan Gugatan Nuryadin

Tak hanya menempuh jalur pidana, Nuryadin juga mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Tanjung Karang pada 2023. Gugatan tersebut bergulir hingga tingkat kasasi, dan Mahkamah Agung pada November 2024 memutuskan mengabulkan sebagian gugatan Nuryadin.

MA menyatakan bahwa H. Darussalam dan ahli waris dari Muhammad Saleh terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dan diwajibkan mengembalikan kerugian kepada Nuryadin sebesar Rp1,025 miliar ditambah bunga 6 persen per tahun dari nilai pinjaman.

 

“Putusan MA itu jelas menunjukkan bahwa klien kami adalah korban,” kata kuasa hukum Nuryadin.
“Namun anehnya, malah klien kami yang ditetapkan sebagai tersangka.”

Desak Peninjauan Kembali Proses Penyidikan

Setelah penetapan tersangka pada 16 Juni 2025, pihak Nuryadin mengaku sudah mengajukan permintaan penghentian penyidikan ke Polresta Bandar Lampung pada Mei lalu, merujuk pada putusan kasasi Mahkamah Agung. Namun hingga kini, status tersangka tetap diberlakukan.

Dalam surat kepada Kapolda, Nuryadin mendesak agar penyidikan terhadap H. Darussalam yang sebelumnya dihentikan berdasarkan putusan praperadilan, dibuka kembali.

“Saya sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Saya hanya minta keadilan,” ujarnya.

Ia juga menyatakan kesiapannya jika harus dikonfrontir, bahkan bersumpah pocong untuk membuktikan keterangannya.

Respons Kedua Belah Pihak

Kuasa hukum H. Nuryadin menyebut penetapan tersangka kliennya cacat hukum karena tak mempertimbangkan putusan MA sebagai fakta utama. Mereka menilai proses penyidikan sarat kejanggalan.

Sementara itu, kuasa hukum H. Darussalam, Ahmad Handoko, menyatakan penetapan tersangka terhadap kliennya pada 2020 sudah dibatalkan oleh pengadilan melalui mekanisme hukum yang sah. Ia menegaskan Darussalam adalah pihak yang justru difitnah dan menilai laporan balik yang mereka ajukan sudah sesuai prosedur.

“Semua tuduhan terhadap klien kami telah terbantahkan. Kami siap menempuh jalur hukum bila perlu, untuk memulihkan nama baik klien kami,” ujarnya.

Belum Ada Respons Polisi

Kapolresta Bandar Lampung dan Kasat Reskrim hingga kini belum memberikan keterangan resmi terkait aduan Nuryadin maupun keberlanjutan kasus ini. Polda Lampung juga belum menyampaikan respons atas surat yang dilayangkan.

Catatan Redaksi:
Kasus ini menunjukkan pentingnya sinkronisasi antara putusan perdata dan proses pidana agar tidak terjadi tumpang tindih keadilan. Persoalan yang semula menyangkut sengketa pinjam-meminjam kini berkembang menjadi polemik hukum yang membutuhkan perhatian aparat penegak hukum secara serius dan profesional.(*)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner 400x130