Soal Dana Bagi Hasil Pemprov Membantah Tudingan Tidak Komitmen

INIHARI.ID, BANDAR LAMPUNG – Kepala Bidang Evaluasi, Pembinaan Kabupaten/Kota dan Investasi BPKAD Provinsi Lampung, Nurul Fajri membantah jika Pemerintah Provinsi Lampung tidak komitmen dalam pembayaran Dana Bagi Hasil (DBH).
Menurut Fajri tuduhan dari Pemkot Bandar Lampung itu tidak benar. Sebab Pemprov pada Februari sudah menyalurkan sebesar Rp 80 miliar. Kemudian pada Maret beberapa hari lalu 149,7 miliar.
“Jadi tuduhan pihak Pemkot jika Pemprov tidak komitmen menurut kami sama sekali tidak benar, ” kata Fajri kepada awak media, Rabu (27/3/2024).
Dia menduga, Kepala BPKAD Kota Bandarlampung, M. Nur Ramdhan, belum mendapat informasi dari Walikota Bandarlampung, Eva Dwiana ikhwal komitmen bersama dengan Pemprov Lampung menyoal DBH tersebut.
“Makanya jadi lucu Pemprov dibilang tidak komit, sementara waktu pertemuan itu sudah disampaikan langsung oleh Gubernur,” sindirnya.

Menurutnya penyaluran DBH tersebut sudah sesuai dengan hasil pertemuan Gubernur dengan para pemangku jabatan Kabupaten/Kota se-Provinsi Lampung pada (14/3).
Skema pembayarannya, terang dia, dilakukan Pemprov Lampung tidak asal-asalan. Pembayaran tersebut sudah disampaikan kepada Irjen Kemendagri yang melakukan supervisi yang kemudian setelahnya disampaikan Gubernur Arinal terhadap Walikota dan Bupati se Provinsi Lampung.
Bahkan ketika Pemprov membayarkan DBH di bulan Maret, Kabupaten lain berterima kasih. Hanya Pemkot Bandarlampung yang menganggap Pemprov Lampung tidak komitmen.
Ia pun dibuat heran oleh pernyataan pihak Pemkot Bandarlampung yang mengaku menunggu Pemprov Lampung mencicil DBH untuk membayar THR ASN dan Tukin pegawai.
Penggunaan DBH, urai dia, memang benar dapat digunakan untuk apa saja. Namun kalau untuk pembayaran belanja pegawai, gaji pegawai, maupun tunjangan itu biasanya berasal dari dana alokasi umum (DAU) yang setiap akhir bulan disalurkan oleh Pemerintah Pusat Indonesia maupun dana transfer umum (DTU).
“Penggunaan DBH itu bisa digunakan untuk apa saja. Artinya kalau untuk pembayaran THR, Gaji, untuk pembayaran PPP itu bisa berasal dari DAU yang setiap akhir bulan disalurkan oleh Pemerintah Pusat,” terang dia.
Menurutnya Pemkot Bandarlampung tidak tuntas dalam mengatur keuangan daerah. Berdasarkan penjelasannya, seharusnya terdapat keseimbangan antara porsi belanja dan porsi pendapatan.
Dalam menganggarkan keuangan, Pemerintah Daerah harus realistis. Realistis yang dimaksud, jelas dia, seimbang antara pendapatan dan pengeluaran.
Biasanya Pemda kurang realistis pada saat menggunakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) lantaran tidak diatur oleh undang-undang maupun Perpres berbeda dengan dana transfer yang sudah diatur.
Jadi belanja sudah dianggarkan tetapi pendapatan tidak masuk. Disitulah terjadi permasalahan,” jelas dia.
Nurul Fajri juga menganggap Pemkot Bandarlampung, tidak dapat memaksimalkan PAD sehingga ia berpangku tangan hanya menunggu DBH saja.
Hal tersebut seharusnya menjadi bahan evaluasi untuk Pemkot Bandarlampung agar dapat menggenjot PAD di wilayah hingga mencapai kemandirian. Kota yang mandiri ditandai dengan PAD nya yang tinggi.
“Seperti halnya DKI itu PAD nya tinggi. Jadi mereka sudah mandiri dan tidak mengandalkan DBH lagi,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Pemerintah Kota Bandar Lampung kecewa, pasalnya Pemerintah Provinsi Lampung dinilai tidak komitmen memenuhi janji sesuai kesepakatan awal.
Semula, pemprov Lampung menjanjikan akan membayarkan Dana Bagi Hasil (DBH) triwulan pertama ke Pemkot Bandar Lampung sebesar 50 persen atau Rp. 50 miliar dari total hutang sebesar Rp 100 miliar. Tetapi faktanya, Pemprov hanya membayar sebesar Rp. 12 miliar.
“Hanya dibayar Rp. 12 miliar. Jelas ini tidak sesuai kesepakatan awal, ” kata Kepala Badan BPKAD Kota Bandarlampung M. Nur Ramadhan, Selasa (26/3/2024).
Dikatakannya, Pemprov Lampung hanya memberikan angin surga. Semestinya, jika ada pembicaraan tidak mampu membayar dapat dilakukan sejak awal, jadi pihaknya tidak akan banyak berharap.
“Ini yang dikatakan Bu Walikota beberapa hari lalu. Seharusnya, ngomonglah dari awal kalau Pemprov mampunya hanya membayar Rp. 12 miliar saja, jadi kami tidak banyak berharap,” ujarnya.
Dijelaskan Ramadhan, pembayaran DBH tersebut merupakan kewajiban Pemprov untuk kekurangan pada triwulan 1 tahun 2023.
“Harapan kami bisa dibayarkan Rp 50 miliar sesuai janji awal, tapi ternyata hanya Rp. 12 miliar. Ini diluar ekspektasi kami, semakin jauh untuk bisa membayar THR,” ujarnya dengan nada kecewa.
Dia menjelaskan awalnya informasi dari Pemprov disepakati dibayar 50 persen dulu, dengan cara dua tahap. Tahap pertama 30 persen, selanjutnya sisanya 20 persen selesai lebaran.
“Janjinyan tahap awal dibayar Rp 27 miliar, sisanya  setelah lebaran. Eh, nggak tahunya sekarang hanya Rp 12 miliar, makin jauh untuk bisa membayar THR pegawai,” keluhnya.
Akibatnya, ujar dia pihaknya harus memutar otak kembali bagaimana caranya agar bisa membayar THR pegawai. Terlebih lagi masanya akan berbarengan dengan pembayaran gajih pegawai yang wajib diberikan 10 hari sebelum perayaan Idul Fitri.
“Uang itu kan sudah banyak yang nunggu, kasihan pegawai kita. Apalagi yang ngomong ini kan sudah para petinggi-petinggi, kok nggak bisa dipercaya ya, ” sindirnya. (*)
sumber: Netizenku

Exit mobile version